Oleh. Diana Septiani
#MuslimahTimes — Pada suatu hari, seorang mawla (pelayan) di perkebunan diminta menyajikan buah delima yang manis untuk saudagar besar (tuannya). Ia bergegas memetik buah delima kemudian menyerahkan buah itu kepada tuannya. Buah pertama rasanya kecut. Sang tuan merasa kesal. Pelayan tersebut kembali mengambilkan buah, namun lagi-lagi rasanya kecut.
Tuannya murka, “Aku menyuruhmu mengambilkan buah delima yang manis, bukan yang kecut. Sekian lama kamu bekerja di sini, kamu tidak bisa membedakan mana delima yang manis dan mana yang kecut?”. Pelayan tersebut menjawab, “Tidak bisa tuan.” “Mengapa?” tanya sang saudagar. “Karena selama saya bekerja di sini, tuan tidak pernah mengizinkan saya untuk mencicipi buah di kebun ini.”
Sang tuan merasa begitu takjub dengan sikap amanah yang dimiliki pelayannya. Ia kemudian menikahnya dengan putrinya. Ya, pelayan itu ialah Al-Mubarak. Dari pernikahan ini lahirlah seorang ulama besar bernama Abdullah bin Al-Mubarak, atau yang sering disebut Ibnu Mubarak.
/ Sang Pengembara /
Ibnu Mubarak memiliki banyak julukan, diantaranya: Al-Hafizh, Syaikh al-Islam, Fakhr al-Mujahidin, Pemimpin Ahli Zuhud, dan masih banyak lagi. Salah satu julukannya ialah As-Sâffar (orang yang banyak melakukan perjalanan). Beliau banyak menghabiskan waktunya untuk bersafar dalam rangka menuntut ilmu, berdakwah, berhaji, berjihad dan berdagang. Beberapa wilayah yang pernah beliau kunjungi untuk menuntut ilmu diantaranya: Yaman, Mesir, Syiria, Bashrah dan Kufah.
Ibrahim bin Ishaq al-Bunani pernah menuturkan, bahwa Ibnu Mubarak berkisah, “Aku telah belajar dari 4.000 guru dan meriwayatkan hadis dari 1.000 ulama.” Al-Abbas bin Mush’ab juga berkata, “Aku pernah meneliti guru-gurunya dalam periwayatan hadis, ternyata aku menjumpai gurunya ada 800 ahli hadis.” Sungguh beliau benar-benar seorang pengembara ilmu. MasyaAllah!
/ Sang Penyembunyi Amal Kebaikan /
Salah satu akhlak Ibnu Mubarak yang menonjol adalah beliau selalu berusaha untuk menyembunyikan amal kebaikannya. Muhammad bin Isa berkisah mengenai hal ini. Suatu ketika Ibnu Mubarak pernah menjumpai seorang pemuda, kemudian beliau menyampaikan hadis, lalu beliau pergi. Ketika Ibnu Mubarak ingin menjumpai pemuda itu lagi, namun beliau tidak menemuinya. Bertanyalah Ibnu Mubarak tentang kondisi pemuda itu, ternyata sang pemuda terlilit hutang sebesar 10.000 dirham (sekitar 700 juta).
Ibnu Mubarak meminta agar dipertemukan dengan orang yang memberi pinjaman, ia lantas melunasi hutang pemuda tersebut. Beliau berpesan agar tidak menceritakan hal ini kepada siapa pun selama beliau hidup. Ketika Ibnu Mubarak berjumpa kembali dengan pemuda tersebut, sang pemuda berkata, “Abu Abdurrahman, saya terlilit hutang hingga masuk penjara. Kemudian ada seseorang yang telah datang melunasi hutang saya. Saya tidak tahu siapa orang itu.” Ibnu Mubarak hanya tersenyum dan mengucapkan hamdalah.
Setelah Ibnu Mubarak wafat, barulah sang pemuda tahu bahwa yang menulasi hutangnya ialah Ibnu Mubarak. Al-Mawarzi berkata: aku pernah mendengar Abu Abdullah Ahmad bin Hambal berkata, “Ibnu al-Mubarak tidak diangkat derajatnya oleh Allah, kecuali karena dia telah banyak melakukan kebaikan yang tidak diketahui banyak orang.” (Ibn ‘Asakir, Tarikh Dimasyqi, 38/240).
/ Seorang yang Wara’ /
Ibnu Mubarak pernah meminjam pena dari penduduk Syam. Setelah selesai beliau hendak mengembalikan pena tersebut kepada pemiliknya. Namun, setelah beliau sampai di Marwa, tiba-tiba pemiliknya berada di samping beliau. Ibnu Mubarak tidak langsung mengembalikan pena tersebut, ia menunggu hingga pemilik pena yang merupakan penduduk Syam tersebut kembali ke kotanya. Kemudian, beliau menyusul untuk mengembalikan pena tersebut. MasyaAllah betapa luarbiasanya akhlak Ibnu Mubarak. (Ahmad bin Ali Abu Bakr al-Khathib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, 10/160)
Ali bin al-Hasan bin Syaqiq pernah mendengar, bahwa Ibnu Mubarak berkata, “Sesungguhnya mengembalikan satu dirham dari sesuatu yang syubhat lebih baik bagiku daripada aku bersedekah 100 ribu sampai 600 ribu dirham.” (Ahmad bin Ali Abu Bakr al-Khathib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, 10/139)
/ Sang Dermawan dan Yang Tercinta /
Fudhail bin Iyadh berkata, “Ibnu Mubarak biasa berinfak kepada orang-orang fakir setiap tahun sebanyak 100.000 dirham (kira-kira Rp 7 miliar).
Begitu agung dan mulianya Ibnu Mubarak, adz-Dzahabi pernah berkata, “Sungguh aku menyukai Ibnu al-Mubarak karena Allah SWT. Dengan mencintai dia karena Allah SWT, aku berharap Allah SWT juga memberi aku sebagian dari kebaikan yang telah diberikan kepada dia seperti ketakwaan, kerajinan dalam beribadah, keikhlasan, kegemaran untuk berjihad, mempunyai ilmu yang luas, kepandaian, kesederhanaan, bijak dalam memberikan fatwa dan sifat-sifat terpuji.” (Abu al-Hajaj, Tahdzib al-Kamal, 16/15-16).
Ibnu Mubarak wafat pada bulan Ramadhan 181 H, saat beliau kembali dari medan perang dalam usia 63 tahun. Semoga Allah merahmati beliau dan menempatkannya di tempat agung lagi mulia. Semoga kita dapat meneladani Ibnu Mubarak dalam kehidupan sehari-hari.
Wallahu a’lam bish-showab.