Breaking News

Tingginya Biaya UKT, Ini Solusinya

Spread the love

Oleh. Ayu Mela Yulianti, SPt.
(Pegiat Literasi dan Pemerhati Kebijakan Publik)

Muslimahtimes.com–Kenyataan perubahan PTN (perguruan tinggi negeri) menjadi PTN BH (perguruan tinggi negeri berbadan hukum), membuat perguruan tinggi memiliki beban untuk mampu membiayai sendiri seluruh kegiatan di kampusnya. Sebab status PTN BH, menjadikan PTN layaknya sebuah BUMN.

Maka, wajar jika kemudian PTN BH membuka banyak jalur untuk calon mahasiswa yang ingin masuk dengan variasi angka pembiayaan yang beragam yang disebut dengan uang kuliah tunggal atau UKT. Akibatnya banyak pihak yang terbebani untuk membayar UKT saat masuk perguruan tinggi negeri. Padahal harapan mayoritas mahasiswa adalah mendapatkan biaya murah jika masuk perguruan tinggi negeri. Nyatanya ternyata sama mahalnya dengan jika berkuliah di perguruan tinggi swasta, sama-sama menguras isi dompet.

Tingginya UKT yang ditetapkan kampus berpelat merah, membuat pemerintah memberikan lampu hijau bagi para mahasiswa untuk melakukan pinjaman online (pinjol), bahkan mendorongnya. Dengan asumsi mahasiswa akan mampu melunasi pinjolnya selepas lulus kuliah dan diwisuda dari gaji yang diperolehnya saat bekerja. Padahal kenyataannya tidak ada jaminan lulus kuliah langsung mendapat kerja, apalagi bergaji besar. Malah mayoritas mahasiswa lulusan perguruan tinggi harus merasakan sebagai pengangguran intelektual dulu sebelum akhirnya mendapat pekerjaan dengan gaji kadang dibawah UMR, sementara untuk buka usaha sendiri tidak memiliki modal.

Karenanya para mahasiswa diburu-buru untuk segera menyelesaikan perkuliahan, pun kampus diburu-buru untuk segera meluluskan para mahasiswanya agar segera diisi oleh mahasiswa baru yang berarti adalah uang dan pemasukan bagi kampus. Karenanya diberlakukan kurikulum merdeka guna menunjang kebijakan yang kadung telah dibuat. Akhirnya selevel mahasiswa hanya memiliki skill sekelas lulusan SMK. Tak lagi menjadi agen perubahan bagi nasib bangsa, namun terjebak dalam lumpur jebakan korporasi milik kapitalis, sekedar menjadi buruh kapitalis. Akibatnya terjadi penurunan fungsi dari sebuah fungsi perguruan tinggi yang seharusnya menjadi pabrik penghasil agent of changes, menjadi sekedar penghasil budak kapitalis.

Inilah dilema saat pendidikan dikelola dengan manajemen kapitalisme dalam paradigma sekularisme. Mahal, tak terbeli oleh rakyat. Dijadikan sebagai ajang bisnis para kapitalis yang memburu para mahasiswa yang berotak encer namun bervisi sempit, yangi bisa dibayar murah, dan menjadi pengagung dan penjaga sistem sekuler kapitalisme. Tak lain tujuannya hanya untuk meraih kepuasan pribadi dalam meraih kenikmatan materi duniawi semata.
Mahasiswa-mahasiswa lulusan perguruan tinggi hari ini, menjelma menjadi mahasiswa-mahasiswa yang individualistis yang bahkan rapuh secara kepribadian. Akhirnya banyak yang terjebak tindak pidana korupsi di lembaga tempatnya bekerja. Terjebak pergaulan bebas sehingga berani melakukan tindak asusila, bahkan terjerat judol (judi online) dan pinjol ribawi.
Berbeda dengan sistem pendidikan dalam Islam. Dimana seluruh pembiayaannya diampu oleh negara. Sehingga rakyat dapat menikmati pendidikan secara murah bahkan gratis. Hal demikian sangat memungkinkan mengingat Islam telah mewajibkan kepada negara untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya dari kepemilikan umun dan kepemilikan negara untuk digunakan sebagai bekal mengurusi urusan umat. Sehinga pendapatan negara sangat besar, bisa mengcover seluruh biaya yang diperlukan dalam operasional sistem pendidikan. Dari mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Sehingga pendidikan bisa dinikmati merata oleh seluruh rakyat, dengan kualitas yang cukup baik di seluruh wilayah.

Karenanya, berharap biaya murah untuk kuliah di perguruan tinggi berkualitas dalam sistem sekuler kapitalisme adalah bagai mimpi di siang hari, jauh panggang dari api, bagai pungguk merindukan bulan, tak akan pernah terealisasi. Sebab sistem sekuler kapitalisme memiliki asas sekedar untuk meraih keuntungan materi duniawi semata yaitu bagi para kapitalis pemilik modal yang menghalalkan beragam cara walaupun bertentangan dengan hukum syariat.

Berbeda dengan sistem Islam yang hanya akan menempuh jalan halal untuk membiayai sistem pendidikan. Sehingga sistem Islam selamanya akan mengharamkan berbagai bentuk pinjaman yang mengandung riba baik pinjol maupun bukan pinjol selama mengandung riba, maka akan dilarang untuk diambil.

Sistem pendidikan Islam pun akan meluluskan para mahasiswa sesuai dengan kelayakan keilmuannya. Tidak ditarget berdasarkan waktu tempuh pendidikannya. Sehingga mahasiswa lulusan perguruan tinggi betul-betul memiliki kelayakan ilmu yang tercermin dari kepribadiannya yang kuat dan kokoh, yang mumpuni, sehingga betul-betul bisa mengemban amanah sebagai agent of changes bagi masyarakatnya, hingga mampu mengukir peradaban yang mulia. Yaitu peradaban yang manusiawi, sesuai dengan fitrah penciptaan manusia, memuaskan akal dan menentramkan jiwa. Sehingga betul-betul dihasilkan output mahasiswa yang berkualitas, yang bermanfaat bagi umat dan peradaban.

Berbeda dengan hari ini, saat dunia pendidikan diatur dalam sistem sekuler kapitalisme, dunia pendidikan menjadi kehilangan potensi besar mahasiswa sebagai agent of changes sebab mereka dididik untuk sekedar menjadi buruh para kapitalis saja. Dibayar murah atas potensi kecerdasan yang dimilikinya untuk kemudian berupaya hanya sampai pada titik terpenuhinya hajat hidupnya secara individual, tak lagi berfikir mengenai kondisi komunitas, masyarakat apalagi negara.

Karenanya untuk mengakhiri karut marut dunia pendidikan yang terjerat dalam proses kapitalisasi akut, maka haruslah keluar dari sistem sekuler kapitalisme dan segera menerapkan sistem pendidikan yang dimotori oleh sistem Islam kaffah yang menerapkan seluruh syariat Islam kaffah dalam bingkai khilafah.

Wallahualam.