Oleh: Minah, S.Pd.I
(Muslimah Peduli Generasi, Revowriter Surabaya)
Iman adalah mutiara
Di dalam hati manusia
Yang meyakini Allah
Maha Esa, Maha Kuasa
Tanpamu iman bagaimanalah
Merasa diri hamba padaNya
Tanpamu iman bagaimanalah
Menjadi hamba Allah yang bertaqwa
Iman tak dapat diwarisi
Dari seorang ayah yang bertaqwa
Ia tak dapat dijual-beli
Ia tiada di tepian pantai
Walau apapun caranya jua
Engkau mendaki gunung yang tinggi
Engkau berentas lautan api
Namun tak dapat jua dimiliki
Jika tidak kembali pada Allah
Masih ingat lirik lagu diatas yang dinyanyikan oleh grup nasyid Raihan?
Hmm… emang bener, iman itu adalah mutiara bagi yang yakin kepada Allah.
Walaupun dia lahir dari orang tua yang bertakwa, beramal sholeh, belum tentu anaknya beriman dan sebaik orang tuanya.
Kita lihat kondisi sekarang yang begitu menyedihkan, banyak mengaku Islam dan beriman, sudah bersyahadat, tetapi, masih ada yang mencuri, korupsi, minum minuman keras, narkoba, pacaran, pergaulan bebas, tidak menutup aurat dan lain sebagainya. Ngaku Islam, tapi bagaimana dengan keimanannya?
Astaghfirullah.?
Saudariku, begitu penting kita untuk beriman, jika dia Islam wajiblah dia beriman. Itu adalah nikmat yang luar biasa.
Iman tidak dilisan saja. Seorang Muslim, tidak cukup hanya sekedar mengucapkan syahadat saja, setelah itu selesai tanpa konsekuensi. Tidak hanya itu.
Namun, iman itu merupakan pembenaran dengan hati, diucapkan dengan lisan, serta amal dengan anggota badannya (dilakukan dengan perbuatan). Mengaku sebagai Muslim, harus beriman kepada Allah dan segala aktifitas kita terikat dengan hukum Allah.
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “kami telah beriman”, sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka. Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut:2-3)
Oleh karena itu, seorang Muslim tidak cukup di lisan saja, tetapi pengakuan iman harus terikat dengan apa yang ia imani. Karena konsekuensi dari keimanan adalah bukti terikat dengan hukum Allah.
Dengan begitu, bisa diketahui mana yang benar-benar beriman dan mana yang berdusta.
Dari itu, kita tidak henti-hentinya bersyukur kepada Allah atas nikmat iman yang diberikan kepada kita.
Walau kadang iman itu naik dan turun, maka, semampu kita untuk memelihara dan menjaga keimanan agar terus menjadi mutiara dalam diri kita. Insyaallah.