Oleh : Laila Thamrin
(Praktisi Pendidikan)
Mengelola keuangan rumah tangga biasanya tugas para bunda. Namun tak jarang, bunda kelimpungan juga. Pasalnya, pengelolaan tak sekedar mencatat uang masuk dan keluar saja. Tapi merencanakan pengeluaran sesuai dengan pemasukan. Nah, yang bikin puyeng nih, kalau pengeluaran jauh lebih besar dari pemasukan. Sementara semua catatan pengeluaran adalah hal yang urgen untuk dipenuhi. Harus bagaimana dong?
Rumitnya pengelolaan keuangan rumah tangga erat kaitannya dengan sistem ekonomi yang berlaku di suatu negeri. Loh, ko bisa? Iya, tentu saja. Karena pemasukan yang diperoleh Ayah sebagai kepala keluarga biasanya sebagai hasil dari upah bekerja. Jika sistem pengupahan kerja di negeri itu buruk, atau berlaku standar upah tertentu dan termasuk rendah, tentu berimbas pada keuangan rumah tangga. Bisa jadi daya beli terhadap kebutuhan pokok rendah. Padahal kebutuhan asasi sebuah keluarga standarnya baku. Harus terpenuhinya pangan, sandang dan papan secara mutlak orang per orang.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis rata-rata upah buruh atau gaji karyawan per Februari 2018 yang diterima pegawai di Indonesia sebesar Rp 2,65 juta (detik.com). Itu pun jika para suami bekerja tetap di sebuah perusahaan swasta atau menjadi pegawai pemerintah. Bagaimana jika mereka kerjanya “free lance”? Atau kerja serabutan? Yang tak bisa berharap nominal tetap pada pendapatannya tiap hari. Tentu, menakar pengeluaran rumah tangga akan semakin rumit.
Namun, jangan berkecil hati, bunda. Allah Swt telah menetapkan rezeki masing-masing orang secara proposional. Pas sesuai kebutuhan dan takkan tertukar satu dengan yang lainnya. Jika pun kita merasa kurang, itu hanyalah ujian dari Allah Swt untuk mengukur seberapa besar keimanan kita kepadaNya dan sabar atas qadhaNya. Sebagaimana Allah Swt berfirman:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah : 155)
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal : 28)
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah : 214)
Agar bunda tetap bisa mengelola keuangan rumah tangga dengan baik, berapapun uang belanja yang diberikan oleh suami, maka bunda harus cermat. Cermat memilah keperluan apa yang urgen untuk dibeli dan mana yang bisa dikemudiankan. Hemat juga adalah salah satu kuncinya. Tapi kadang, kita tak mampu berhemat karena harga kebutuhan pokok terus meroket. Apalagi pada momen tertentu seperti bulan Ramadan dan Syawal, bulan Haji (Zulhijjah), tahun baru masehi, dsb. Lonjakan harga kadang tak disangka. Sedangkan pendapatan tak bertambah-tambah. Akhirnya hemat jadi sulit. Pulang dari pasar, biasanya bunda jadi tambah puyeng kepalanya.
Bagaimana kalau bunda juga ingin menabung? Menabung tentu saja dibolehkan dalam Islam. Selama niatnya jelas, misalnya ada keperluan yang harus dibeli. Atau untuk antisipasi kebutuhan yang datangnya tak terduga. Syaratnya, uang untuk ditabung ada dan tak mengurangi kebutuhan utama keluarga. Tapi kalau menabung justru membuat kebutuhan mendasar tak tercukupi, maka belum tepat mungkin anggaran untuk tabungan ini. Prioritaskan saja uang pemberian suami untuk konsumsi kebutuhan pokok, termasuk di dalamnya kebutuhan pendidikan anak-anak.
Selain hemat dan merencanakan menabung, ada tips jitu lainnya. Apa itu? Berinfak dan bersedekah. Wah, sulit nih. Kan lagi kekurangan, kok malah disuruh berinfak. Sementara persediaan gula dan minyak di dapur mulai menipis. Beras pun bulir-bulirnya sudah terlihat renggang di tempat penyimpanannya. Masa sih uang yang tinggal beberapa helai harus melayang untuk infak dan sedekah?
Ini sebenarnya matematika indah dari Allah. Orang yang berinfak dan bersedekah hakikatnya sedang berjual beli dengan Allah Swt. Hartanya memang terlihat habis karena berinfak dan sedekah. Namun pahalanya kan disimpan untuk dibuka saat di akhirat kelak. Indah bukan?
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah : 254)
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 261)
Jika diawal menerima pemberian dari suami bunda menyisihkan sebagian untuk berinfak atau sedekah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Yakinlah! Kebaikan yang diberikan Allah bisa dalam bentuk apa saja. Bisa kelapangan waktu, kesehatan, penambahan rezeki berupa uang, pakaian, makanan, diberikan kemudahan mendidik anak, kebahagiaan kelurga, dan lain sebagainya. Dan satu yang perlu diingat, ketika ingin berinfak atau sedekah dari uang pemberian suami, jangan lupa ijin ke suami dulu ya. Seraya dijelaskan keberuntungan yang akan diperoleh ketika berinfak. Meski kondisi keuangan keluarga pun sedang megap-megap. Berinfak atau bersedekah bisa bulanan, mingguan atau harian. Atau kapan saja sesuka bunda. Infak atau sedekah tak mesti banyak jumlahnya, tapi bisa rutin itu lebih utama. Tapi, jika bisa besar, kenapa tidak?
Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi Saw bersabda,
“Tidaklah para hamba berada di pagi hari kecuali di dalamnya terdapat dua malaikat yang turun. Salah satunya berdo’a, ‘Ya Allah, berikanlah kepada orang yang berinfak ganti (dari apa yang ia infakkan)’. Sedang yang lain berkata, ‘Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menahan (hartanya) kebinasaan (hartanya)” (HR. Al Bukhari)
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw Bersabda,
“Sedekah tidak akan mengurangi harta, dan Allah akan menambah kemuliaan hambaNya yang pemaaf. Dan barangsiapa merendahkan diri karena mencari keridhoan Allah, maka Allah pasti meninggikan derajatnya.” (HR Muslim-Misykat)
Menggunakan rezeki dari Allah dengan berbagi kepada yang lain sungguh akan membawa keberkahan dalam hidup. Kekurangan yang mungkin bunda rasakan. Kesulitan mengatur keuangan keluarga karena tak sebandingnya pendapatan dan kebutuhan. Semua akan dicukupkan dan dimudahkan oleh Allah Swt ketika bunda ikhlas menyisihkan sedikit saja harta yang dimiliki tadi. Meski hanya segenggam beras yang diberikan. Atau sedekah secangkir teh untuk orang yang kehausan. Atau pun hanya dengan sebutir kurma.
Dari ‘Adi ibn Hatim ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Berlindunglah dari api neraka sekalipun hanya dengan (sedekah) sebutir kurma.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan mendahulukan berinfak dan bersedekah di jalan Allah setiap menerima pemberian suami diawal bulan, insyaAllah akan diberikan kecukupan oleh Allah Swt untuk hidup selanjutnya. Dan jika amalan seperti ini kita jalankan secara rutin, maka hidup jadi lebih nikmat dan bahagia. Karena kebutuhan terpenuhi, pahala pun mengalir terus-menerus. Dan berharap Allah Swt memberikan kemudahan dalam setiap aktivitas kita melaksanakan syariatNya. [Mnh]