(Trisnawaty A, Revowriter Makassar)
Peringatan Hari Anti Korupsi sedunia dilaksanakan setiap tanggal 9 Desember, dibentuk setelah Konvensi PBB Melawan Korupsi pada 31 Oktober 2003. Peringatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran anti korupsi di seluruh dunia. Korupsi menjadi momok bagi seluruh negara tidak terkecuali Indonesia. Di Indonesia sendiri Korupsi menjalar kesemua lini mulai dari aparat pemerintahan, pengadilan hingga aparat desa. Sepanjang 2018 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menggelar 22 kali operasi tangkap tangan (OTT) sejak awal tahun 2018 hingga bulan Oktober ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 16 kepala daerah telah ditetapkan KPK sebagai tersangka (BERITASATU.COM). Dalam kurun waktu enam tahun terakhir, sebanyak 28 orang hakim dan aparat pengadilan di Indonesia terjerat kasus korupsi. Jumlah itu diperoleh berdasarkan catatan ICW yang dilakukan sejak Maret 2012 hingga November 2018 (http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2018/11/30/28-aparat-pengadilan-tersandung-kasus-korupsi-433881. Berdasarkan data hingga 12 September 2018, terdapat 2.259 PNS di daerah yang terjerat kasus korupsi. Jumlah itu untuk PNS di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Berdasarkan daerah, Sumatera Utara tercatat memiliki jumlah terbanyak PNS yang terjerat kasus korupsi, yaitu 298 orang. Berdasarkan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch ( ICW) sejak tahun 2015 hingga Semester I 2018, kasus korupsi dana desa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. “Tercatat sedikitnya sudah ada 181 kasus korupsi dana desa dengan 184 tersangka korupsi dan nilai kerugian sebesar Rp 40,6 miliar,” kata peneliti ICW Egi Primayogha, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/11/2018).( JAKARTA, KOMPAS.com). Pada semester I tahun 2018, sebanyak 29 orang kepala desa menjadi tersangka dan yang sangat mengagetkan apa yang terjadi di Malang Jawa Timur 41 dari 45 anggota pembuat kebijakan yang berkantor di gedung DPRD Malang terlibat kasus suap pembahasan APBD Perubahan Pemkot Malang tahun anggaran 2015.( Liputan6.com ). Fenomena tertangkapnya Aparat oleh KPK sebenarnya ini adalah fenomena gunung es, yang tidak tampak lebih banyak dibandingkan yang tampak.
Penyebab Kasus Korupsi
Menurut Ermansjah Djaja dalam buku Memberantas korupsi Bersama KPK menyebutkan terdapat berbagai faktor seseorang melakukan korupsi. Berikut adalah beberapa penyebab korupsi :
Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru Sebagai negara yang berkembang seharusnya pemerintah memperioritaskan pembangunan di bidang pendidikan.
Kompensasi PNS yang Rendah Karena gaji yang rendah, banyak anggota PNS yang melakukan tindakan korupsi.
Pejabat yang Serakah karena memiliki pola hidup yang konsumtif, timbul keinginan dalam diri pejabat untuk memperkaya diri secara instan.
Law Enforcement Tidak Berjalan Penegakkan hukum di Indonesia sangatlah bobrok. penegakkan hukum tidak berjalan hampir di seluruh lini kehidupan, baik di instasi pemerintahan maupun di lembaga kemasyarakatan karena segala sesuatu diukur dengan uang.
Hukuman yang RinganTerhadap Koruptor
Tingginya biaya politik untuk bertarung dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) menjadi salah satu pemicu maraknya korupsi di daerah.
Sejalan apa yang dikemukakan Ermansjah Djaja dalam bukunya Memberantas korupsi Bersama KPK. Sebab musabab menjamurnya kasus korupsi tidak bisa dilepaskan dari akar persoalannya yaitu hukum yang lahir dari sistem demokrasi kapitalisme yang segala sesuatunya diukur dengan materi atau manfaat.
Berantas Korupsi Hanya Dengan Islam
KH.Hafidz Abdurrahman dalam bukunya Kebijakan Agung Khilafah Islamiyah mengemukakan, dalam konteks sekarang, korupsi tidak terbatas pada tindakan mencuri dan memanipulasi (ikhtilas) anggaran. kasus korupsi pada hari ini meliputi praktik suap (risywah), gratifikasi (hadiyyah) bahkan layanan plus plus. Ada tiga aspek yang harus ada untuk memberantas kasus korupsi di negeri ini. Pertama, ketaqwaan individu, baik rakyat maupun pejabat negara. Kedua, kontrol baik oleh masyarakat, kelompok, partai politik terhadap kemugkaran yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Ketaiga penegakan hukum oleh negara. Jika ketiga aspek ini tegak maka praktik penyimpangan sekecil apapun bisa diatasi. Jika aspek pertama dan kedua berjalan dengan baik tinggal aspek ketiga yaitu penegakkan hukum oleh negara, dan negara itu adalah khilafah islamiyah.
Masih dalam buku KH. Hafidz Abdurrahman karena dalam kasus korupsi ini melibatkan individu rakyat dan pejabat negara maka pejabat negara, maka pencegahan dan penindakannya harus dipilh:
Dalam kasus ikhtilas, misalnya di mana pejabat negara ‘mencuri dan memanipulasi’ anggaran, maka pencegahan dan penindakannya dilakukan oleh Qadhi Hisbah.
Dalam kasus riswyah, hadiyyah dan lain-lain yang dilakukan suka sama suka, maka pencegahan dan penindakannya juga dilakukan oleh qadhi hisbah.
Dalam kasus dimana rakyat ‘dipaksa’ memberikan sesuatu kepada pejabat negara, bukan karena suka sama suka, maka rakyat bisa mengadukan kepada Qadhi mazalim. Dalam hal ini, Qadhi mazalim yang bertindak melakukan pencegahan dan penindakan.
Inilah sistem peradilan dalam negara khilafah, yang mampu mencegah dan menindak tegas serta seadil-adilnya tanpa tebang pilih, saatnya kita mengganti hukum buruk(demokrasi) dengan khilafah islamiyah. Allah SWT berfirman: Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya) (TQS: Al-Maidah : 50). Wallahu ‘allam