Oleh Shafayasmin Salsabila
Terik hampir menelan kesabaran
Keringat mengucur berjatuhan
Seorang Bapak nampak mengayuh pelan, kemudi becak usang
Tenaganya seakan habis terbakar
Hati bertanya akan rutinitas melelahkan
Adakah berujung pada kesejahteraan
Padahal kejujuran menjadi andalah
Tak pernah curang apalagi mencuri uang setoran
Aspal jalanan menjadi saksi
Ketabahan di jalan halal
Meski keriput mulai memahat kesadaran
Pusara menanti di hadapan
Mimpi kemapanan bagi jelata dalam sistem buta
Seperti nyanyian burung camar
Manis terdengar sukar tuk diwujudkan
Maya bersusulan dengan garis batas asa
Adakah salah pengemudi becak
Berkawan miskin meski sekuat tenaga melawan
Ataukah dirasa ada kekosongan
Absennya penguasa dari kehidupan pejuang terik, yang menahan lapar?
Butiran peluh meluncur tak tertahankan
Seakan marah pada aturan sarat ketamakan
Yang kaya makin kaya
Yang miskin makin termiskinkan, tiadakah sedikit saja melirik derik kayuhan kaki tua?
Tangan kasar menengadah menatap langit
Adukan berat hidup tanpa aturan dari Sang Pencipta
Meski tak mengenyam bangku sekolah
Akal awamnya mampu selami makna bahwa hidup mestinya sekehendak Tuhan
Meneteslah air mata kerinduan
Kabar akan kembalinya pemimpin yang komitmen pada aturan langit
Sedia merangkul rakyat kecil
Menyejahterakan alam semesta
Dikumpulkannya harap
Berharap sisa usia mampu dihabiskan dalam taat
Meski manusia memandang hina tanpa harta
Namun biarlah mulia didapat bersama takwa
Terik masih menyiksa
Kayuhan makin melemah
Tapi keyakinan tak memudar
Sembari berjuang hadirkan hak Tuhan
Biarlah remuk dilumat dalam perjuangan
[Mnh]