
Oleh. Novita L, S.Pd
Muslimahtimes.com–Krisis tenaga kerja kini tidak lagi menjadi masalah satu dua negara, tetapi telah menjelma menjadi masalah global. Beberapa negara besar di dunia, saat ini tengah menghadapi peningkatan angka pengangguran yang cukup tajam. Uniknya, bukan hanya mereka yang benar-benar menganggur yang bermasalah, namun juga mereka yang tampaknya “bekerja”, namun sesungguhnya tidak. Fenomena “pura-pura kerja” atau bahkan “kerja tanpa digaji” kini marak. Bukan karena mereka malas, tetapi semata agar tetap terlihat memiliki pekerjaan dan bisa bertahan hidup di tengah tekanan sosial dan ekonomi.
Di Indonesia sendiri, meski pemerintah mengklaim angka pengangguran nasional mengalami penurunan, realitas di lapangan tak seindah itu. Data menunjukkan bahwa generasi muda adalah kelompok yang paling banyak terdampak. Separuh dari total pengangguran adalah anak muda. Padahal mereka adalah kelompok produktif yang diharapkan bisa menjadi penggerak ekonomi bangsa.
Masalah pengangguran ini bukan hanya tentang kurangnya lowongan kerja. Ia jauh lebih kompleks dan sistemik. Akar masalahnya bisa ditelusuri ke sistem ekonomi yang tengah diadopsi hampir seluruh negara di dunia hari ini, yaitu sistem kapitalisme. Sistem ini mengandalkan mekanisme pasar bebas dan logika keuntungan sebagai penentu utama arah kebijakan. Dalam sistem kapitalisme, penyediaan lapangan kerja bukanlah kewajiban negara. Negara hanya bertindak sebagai fasilitator atau bahkan penonton, sementara korporasi besar menjadi penentu.
Ketimpangan kekayaan pun menjadi fakta tak terbantahkan. Di Indonesia, menurut data dari Center of Economic and Law Studies (Celios), kekayaan 50 orang terkaya setara dengan harta milik 50 juta rakyat Indonesia. Di tengah kondisi seperti ini, pemerintah seolah cuci tangan. Bukannya memberikan solusi yang mendasar, pemerintah justru sibuk menjalankan program-program tambal sulam seperti bursa kerja dan pelatihan keterampilan vokasional. Sayangnya, dunia industri sendiri sedang terkena badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Maka wajar jika lulusan vokasi pun akhirnya tetap menganggur.
Ini semua menegaskan satu hal: selama sistem kapitalisme masih menjadi panglima, pengangguran akan tetap menjadi problem kronis. Karena dalam sistem ini, manusia dilihat dari manfaat ekonominya semata. Mereka yang tidak produktif secara ekonomi dianggap beban. Negara hanya akan peduli jika rakyatnya bisa menghasilkan keuntungan ekonomi.
Sebaliknya, Islam hadir dengan sistem ekonomi dan sosial yang adil dan manusiawi. Dalam Islam, pemimpin adalah raa’in (pengurus urusan rakyat), bukan sekadar pengatur angka-angka statistik. Negara dalam Islam berkewajiban menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya. Tidak hanya dalam bentuk pekerjaan formal, tetapi juga dengan berbagai fasilitas yang memungkinkan rakyat bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Negara menyediakan pendidikan yang menyiapkan keahlian, membuka akses kepemilikan lahan, memberikan bantuan modal, serta mendorong pertumbuhan sektor riil dan industri.
Distribusi kekayaan juga menjadi fokus penting dalam sistem ekonomi Islam. Kekayaan tidak boleh berputar di kalangan orang kaya saja. Sistem zakat, larangan riba, pengelolaan sumber daya alam oleh negara, dan penghapusan monopoli adalah mekanisme dalam Islam untuk menjamin pemerataan ekonomi dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dengan sistem ini, peluang kerja terbuka luas, dan kesejahteraan tak hanya menjadi impian.
Melalui sistem pendidikan Islam, negara juga menyiapkan Sumber Daya Manusia yang tidak hanya siap kerja, tetapi juga ahli di bidangnya dan memiliki integritas sebagai seorang muslim. Pendidikan bukan sekadar mencetak tenaga kerja murah, tetapi membentuk manusia seutuhnya yang siap membangun peradaban.
Kesimpulannya, krisis tenaga kerja hari ini bukan hanya soal kurangnya lapangan kerja, tetapi kegagalan sistem kapitalisme dalam mengatur ekonomi secara adil dan beradab. Islam memiliki solusi sistemik yang menyeluruh, yang terbukti dalam sejarah mampu menciptakan kesejahteraan dan keadilan. Sudah saatnya umat kembali mempertimbangkan penerapan syariat Islam secara kaffah sebagai solusi hakiki bagi masalah yang tak kunjung usai ini.