Oleh.Fatimah Az-Zahra, S.Pd
(Tim Redaksi Muslimahtimes.com)
Muslimahtimes.com–“Bagai anak ayam mati kelaparan di lumbung padi.”Mungkin seperti itulah fakta yang terjadi di negeri ini. Sumber daya alam melimpah ruah dari Sabang sampai Merauke, tapi rakyatnya tak sejahtera. Kelaparan merajalela hingga divonis termasuk kategori kemiskinan ekstrem. Sungguh ironis sekali.
Provinsi Tajir
Dilansir dari laman CNBC (7/4/2023), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Suharso Monoarfa, mengungkapkan sejumlah provinsi yang masuk kategori upper middle income (berpendapatan tinggi menengah), dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita pada 2022 di atas US$ 4.200. Namun, ternyata di provinsi-provinsi tersebut banyak juga rakyat miskinnya.
Pemerintah memiliki target pengentasan kemiskinan ekstrem nol pada tahun 2024. Agar dapat mencapai target ini, maka pemerintah harus mengentaskan kemiskinan pada 5,6 juta orang. Sebagaimana dafinisi kemiskinan ekstrem menurut Bank Dunia adalah penghasilan US$2,15 per atau Rp32.035 per orang per hari (asumsi kurs Rp14.900 per dolar AS).
Tentu target yang baik dan harus bersungguh-sungguh direalisasikan. Namun, ternyata Menteri PPN, Suharso Monoarfa sendiri tak yakin bisa mencapai target nol. Sebagaimana dilansir laman CNN Indonesia (6/4/2023) beliau menyatakan, ” Kalau kami pakai angka US$2,15, maka target kemiskinan ekstrem itu yang sekarang ini ada di level 3,2 persen dan kami mungkin cenderung hanya bisa menurunkan ke 2,5 persen (pada 2024).” Tak hanya Pak Menteri, banyak pihak meragukan target ambisius ini. Kenapa gerangan?
Miskin Sistemis karena Kapitalisme
Diakui atau tidak, Indonesia kini menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Dimana para pemilik modal dan hartawan akan semakin kaya karena simbiosis mutualismenya dengan para pejabat pemerintahan. Siklus pun berputar pada pengusaha yang memberikan modal untuk pejabat dalam kontes politik yang super mahal. Dilanjutkan dengan pejabat yang membalas budi pengusaha dengan mengeluarkan kebijakan pro pengusaha. Sehingga semakin Kayalah para pengusaha ini dan semakin miskin rakyat jelata.
Inilah fakta mengapa di wilayah penghasil CPO dan batu bara, rakyatnya tetap miskin, bahkan terjadi kemiskinan ekstrem. Sementara mayoritas rakyat memperebutkan remah-remah ekonomi dengan bekerja menjadi buruh berupah rendah di kebun-kebun sawit dan tambang batu bara.
Apalagi paham pembebasan aturan ala kapitalisme dalam ranah ekonomi. Sehingga setiap orang bebas berkompetisi tanpa halangan regulasi. Sepintas terdengar masuk akal. Tapi, faktanya tidak demikian. Karena di lapangan rakyat harus berkompetisi dengan para pengusaha besar bahkan perusahaan multi level nasional. Jelas saja rakyat kalah saing.
Hasilnya semakin lebar jurang kemiskinan antara si kaya dan si miskin. Yang lahir bukan hanya kaya ekstrem tapi juga miskin ekstrem. Bagaimana dengan bansos yang dibagikan pemerintah? Ini tak ubah hanya pemanis sesaat di tengah pahitnya kehidupan rakyat. Efek pembagian bantuan sosial hanya sementara, dibagikannya pun kadang-kadang saja, jumlah dananya tidak memenuhi kebutuhan hidup rakyat sehari-hari.
Islam Berantas Kemiskinan
Islam hadir bukan hanya mengatur ibadah bulan Ramadan saja. Islam diturunkan oleh Allah Swt. Sebagai sistem kehidupan. Way of life. Islam memiliki pandangan dan aturan khas tentang perekonomian, standar miskin dan sejahtera.
Islam mengatur kepemilikan. Ada kepemilikan individu, umum dan negara. Setiap individu diperbolehkan menjadi kaya, mengoptimalkan kemampuannya untuk mendapatkan kekayaan. Namun, Islam membatasi cara memperoleh kekayaan tersebut. Tak boleh judi, tak boleh menguasai sumber daya alam milik umum misalnya.
Islam tidak membolehkan kepemilikan individu bagi tambang batu bara, atau tambang lainnya yang depositnya besar. Ini merupakan kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan untuk kepentingan rakyat seluruhnya. Baik berupa produk, briket misalnya atau layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, keamanan, dll. Islam pun melarang adanya monopoli dalam pemenuhan hajat hidup rakyat. Seperti monopoli CPO yang membuat rakyat kesulitan memperoleh minyak goreng dengan harga normal padahal berasal dari bumi pertiwi.
Sanksi tegas pun disediakan bagi oknum yang nakal dan bebal. Sanksi ditentukan oleh ijtihad kepala negara. Yang pasti hukuman ini bersifat jawabir dan jawazir. Yakni pemberi efek jera dan penghapus dosa jika ikhlas menjalankannya di dunia. Dengan pengaturan ini, takkan lagi ada jurang yang menganga antara si miskin dan si kaya. Belum lagi disupport oleh syariat infaq, zakat dan shadaqoh, dengan spirit berbagi pada sesama karena Allah.
Kalaulah masih ada kemiskinan di tengah rakyat karena kurangnya akal, fisik yang lemah. Maka, negara akan menjamin kebutuhannya baik sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan secara kontinyu. Inilah sempurnanya aturan yang Allah turunkan. Aturan yang bukan hanya teori tapi sudah terbukti kegemilangan penerapannya sejak masa Rasul hingga runtuhnya kekhilafahan di Turki Ustmaniy. Akankah ia menjadi legenda semata atau akan kita perjuangkan kembali penerapannya. Agar berkah dari langit dan bumi Allah turunkan kembali pada kita.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (Al A’raf: 96)
Wallahua’lam bish shawab.