
Oleh. Ummu Rofi’
(Pemerhati Publik)
Muslimahtimes.com–Pemimpin idealnya mengurusi urusan rakyatnya, bukan mengurusi kepentingan-kepentingan para korporasi sebagaimana halnya dalam sistem kapitalisme. Dalam Islam, pemimpin sebagai pelayan rakyat, tugasnya mengurusi urusan rakyat yakni sebagai raa’in (pengurus), junnah (pelindung) urusan rakyat.
Namun, saat ini masyarakat diherankan dengan kebijakan-kebijakan yang kontra dengan rakyat, salah satunya di sektor pertanian. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pemerintah berencana akan melakukan impor beras 1 juta ton dari India yang sebelumnya 2 juta ton menjadi 3 juta ton, impor tersebut guna mengantisipasi kondisi cuaca yang saat ini sedang terjadi El Nino (cuaca panas yang ekstrem). (Financedetik.com 15/06/2023)
Kebijakan pemerintah mengenai impor beras di kritik oleh Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara. Menurutnya, jika pemerintah melakukan impor beras dalam jumlah besar menandakan bahwa pemerintah panik dalam menghadapi El Nino, seharusnya pemerintah bisa mempersiapkan dari jauh-jauh hari atau bisa sejak tahun yang lalu untuk menghadapi cuaca panas ekstrem. (Katadata.co.id 17/06/2023)
Sudah jelas pemerintah dalam membuat kebijakan tanpa berpikir jangka panjang, tidak melihat efek ketika menetapkan kebijakan. Padahal kebijakan impor bahan pangan harus melihat stok bahan pangan di sektor pertanian, seperti pertanian beras, apakah padi akan panen dalam waktu dekat atau tidak? Kalau tidak, maka pemerintah harus melakukan antisipasi agar ketahanan pangan stabil, jangan dulu melakukan impor. Kenyataannya wilayah Lokshumawe panen raya alias panen padi dan ada beberapa wilayah yang juga panen raya. Sangat disayangkan kebijakan impor tapi di lain sisi petani sedang panen raya, sama saja mematikan minat petani untuk tetap menanam padi. Ironis!
Kenapa pemerintah tidak memikirkan jangka panjang dari efek kebijakan impor, apa yang menyebabkan pemerintah melakukan itu, apa hanya semata cuaca panas yang ekstrem (El Nino) atau ada alasan lain selain cuaca?
Masyarakat harus memahami betul alasan lainnya, yaitu bahwa pemerintah tidak memiliki visi kemandirian pangan atas negeri, jika memiliki visi kemandirian pangan, tidak akan terjadi peningkatan impor setiap tahun. Selain tidak memiliki visi, akarnya pun batil karena sistem yang diterapkan saat ini adalah sistem kapitalisme-sekularisme-liberalisme. Sebagaimana dipahani bahwa kapitalisme asasnya adalah manfaat yakni mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya, kemudian sekularisme yakni memisahkan agama dari kehidupan, sedangkan liberalisme adalah mengagungkan kebebasan.
Jadi jelas penguasa saat ini mengambil jalan impor karena di dalam impor ada keuntungan besar yang didapatkan, bukan karena El Nino. Dan sekulernya para penguasa karena aturan ia buat sesuai kepentingannya, tidak melihat apakah di dalam aktivitas tersebut halal ataukah haram? Apakah Allah rida atau murka? Apakah kebijakan impor memikirkan dampaknya kepada rakyat, suatu kebijakan yang baik? Apakah kebijakan tersebut dapat menyejahterakan rakyat? Yang penguasa lakukan saat ini menganut ide liberalisme alias mengagungkan kebebasan, jadi selagi di dalamnya ada keuntungan dan kepentingan yang ingin dicapai, maka halal dan haram tidak dipedulikan, bebas melakukan apa pun tanpa peduli dengan amanah yang ia jalankan saat ini, padahal amanah tersebut akan dimintai pertanggung jawaban kelak di yaumil akhirat.
Maka, ketika negeri menghadapi ancaman kekeringan bukan karena cuaca ekstrem tapi karena diterapkannya sistem kapitalisme-sekularisme-liberalisme dalam kehidupan saat ini. Penguasa tidak ada langkah penanganan ketika terjadi El Nino, seharusnya penguasa sudah memiliki penanganan ketika akan terjadi El Nino, bukan dengan cara meningkatkan kebijakan impor tiap tahun. Padahal negeri ini disebut negeri gemah ripah loh jinawi, akan tetapi, ketika ada masalah kekeringan seakan-akan buntu dalam menyelesaikannya. Jadi penyelesaian yang instan dan ada keuntungan di dalamnya pasti itu yang akan dipilih oleh penguasa saat ini. Tanpa memerdulikan rakyat, khususnya para pekerja di sektor pertanian. Tanpa melihat lagi apakah sektor pertanian sedang panen raya atau gagal panen? Kalaupun gagal panen tidak selalu kran impor dibuka tiap tahun. Penguasa harus mengatasi agar sektor pertanian stabil kembali panennya.
Solusi hakiki Islam
Bahwa Islam adalah sebuah mabda yang memiliki aturan dalam segala aspek kehidupan, maka sudah pasti Islam memiliki visi kemandirian pangan dalam memenuhi kebutuhan rakyat dan setiap melakukan kebijakan pasti memikirkan untuk jangka panjang.
Pemimpin sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) urusan rakyat, bukan rakyat yang melayani pemimpin. Maka segala kebijakannya hanya untuk melayani kebutuhan rakyat, bukan untuk memenuhi segala kepentingannya, mengambil keuntungan dari rakyat dan malah bekerja sama dengan negara Barat.
Islam independen, tidak bergantung dengan para korporat. Ketika menghadapi paceklik atau kekeringan maka Islam punya solusi, dalam Islam tidak selalu impor dan ekspor, penguasa melihat di Baitulmaal (tempat penyimpanan harta), jika semua kebutuhan masyarakat sudah terpenuhi, maka penguasa boleh saja ekspor. Tapi, jika masyarakat urusannya belum terpenuhi masih ada yang kelaparan, tidak punya tempat tinggal, tidak punya pekerjaan, maka penguasa akan membantu masalah-masalah rakyatnya dan itu diberikan secara cuma-cuma.
Sedangkan jika kondisi negara Islam sedang ditimpa kekeringan, maka sebelum terjadi kekeringan, negara akan melakukan langkah-langkah agar pasokan sumber daya alam cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dan jika pasokan di Baitulmal habis, Khalifah akan meminta bantuan kepada negara tetangga untuk membantu warga negara Islam yang sedang menghadapi paceklik atau kekeringan. Jika negara tetangga sama tidak bisa bantu, maka Khalifah baru akan melakukan kerja sama dalam ikatan perjanjian dengan negara-negara di luar negara Islam untuk melakukan kebijakan impor, di mana impor yang dilakukan Khalifah hanya untuk kemaslahatan umat dan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Jika sudah terpenuhi, maka kerja sama tersebut tidak akan diperpanjang lagi. Jadi bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya, tidak seperti yang terjadi saat ini, kebijakan impor selalu dilakukan, padahal masyarakat sedang panen. Dan malah melakukan ekspor ketika masyarakat membutuhkan SDA seperti minyak goreng, dll. Berbeda dengan Islam, ekspor dilakukan ketika masyarakat sudah terpenuhi kebutuhannya. Bahwa Khalifah adalah pengurus dan pelindung urusan rakyatnya sebagaimana dalam riwayat Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll. Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
”Sesungguhnya al-Imam (khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.”
Dalam hadis lain juga Rasulullah saw bersabda, yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari: “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)
Jelas, dalam sistem Islam bahwa khalifah sebagai perisai atau pengurus urusan rakyatnya, bukan sebagai yang memeras rakyat dan membuat kebijakan-kebijakan yang menzalimi rakyat. Lalu, dari sektor pertanian atau peternakan khalifah sangat memperhatikannya, agar sektor pertanian atau peternakan tetap stabil dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Dan Khalifah akan memberikan apa yang dibutuhkan para petani untuk menanam. Jadi tidak akan menimbulkan ketergantungan pangan dari negara lain, jika SDA nya sudah melimpah ruah dan juga terkelola dengan baik. Ketika ada ancaman kekeringan maka Khalifah sudah ada stok pangan sebelumnya. Kebijakan impor dalam Islam solusi terakhir, bukan dijadikan solusi utama.
Berbeda sangat dengan sistem kapitalisme-sekularisme semuanya akan dijadikan pundi-pundi untuk meraup keuntungan semata. Maka, ancaman kekeringan bukan dari efek El Nino, tapi dari sistem kapitalisme-sekularisme-liberalisme yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Tidak peduli rakyat menderita dan sengsara karena ulah kebijakan kapitalistik saat ini.
Maka solusi hakikinya adalah saat ini sudah selayaknya kaum muslimin menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam aspek individu, masyarakat dan bernegara, di mana menjadikan individu yang bertakwa, masyarakat yang saling beramar makruf nahi mungkar. Negara juga akan mengatur kehidupan sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah di mana untuk menyelesaikan segala problematika dan mampu menghadapi krisis pangan, seperti bencana alam atau bencana lainnya. Wallahu ‘alam bish shawwab