Oleh. Kholda Najiyah
Muslimahtimes.com–Angka pernikahan turun, perceraian meroket. Sepanjang 2024, ada 399.921 kasus. Ini menunjukkan betapa tidak mudahnya menjaga bangunan rumah tangga agar tetap kokoh. Misal di Blitar, 20 guru SD berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mengajukan izin gugat cerai dalam kurun waktu enam bulan terakhir tahun 2025.
Menurut sebagian mereka, konflik sebenarnya sudah lama terjadi. Namun, baru berani gugat cerai setelah resmi menjadi PPPK, yang artinya punya kepastian mandiri finansial. Suami mereka kebanyakan pekerja nonformal, bukan kantoran (kumparan). Mengapa seolah mudah sekali memutuskan cerai, khususnya bagi yang baru menikah seumur jagung? Tentunya banyak faktor. Berikut beberapa pemicu kehancuran rumah tangga di kehidupan modern saat ini:
- Perubahan Nilai Sosial
Telah terjadi pergeseran prioritas dalam hidup. Dulu, keluarga nomor satu. Sekarang, karier, jabatan, gengsi dan bahkan materi nomor satu. Gaya hidup juga berubah. Dulu, menjadi istri begitu qona’ah. Menerima standar hidup yang mampu diberikan suami dengan hati lapang.
Suami petani, istri tidak banyak gaya. Suami pedagang, istri ikut bantu berjualan. Suami guru, istri tampil bersahaja. Suami buruh pabrik, istri menerima apa adanya. Sekarang, penampilan nomor satu. Demi gengsi. Demi validasi. Pakaian harus maching, dandanan harus glowing. Suami pun dituntut tebal isi rekening. Jika tidak keturutan, suami ditinggalkan.
- Lemahnya Mental
Kondisi mental masyarakat memang terbanting-banting, akibat tekanan hidup yang berat. Tekanan sosial dari dunia maya, juga tekanan pergaulan di dunia nyata. Tanpa kekuatan iman dan takwa, banyak yang tak kuat. Tanpa ilmu dan pengetahuan yang luas, banyak yang depresi. Tanpa pendidikan yang baik, mudah putus asa.
Iman dan ilmu, seharusnya bisa menjadi penopang kekuatan mental. Keduanya mendorong manusia menjadi produktif dan kreatif. Akan selalu ada ide segar dan jalan keluar cerdas, bagi orang pintar. Dia tidak mudah gentar dan putus asa. Pantang menyerah. Kuat mental menghadapinya. Sekarang, dikit-dikit sakit hati. Bentar-bentar kecewa. Daya juang lemah. Tidak tahan banting oleh kenyataan yang tidak seindah khayalan.
- Kurang Tanggung Jawab
Dulu, menikah itu dijalankan dengan penuh rasa tanggung jawab. Termasuk, bertanggung jawab penuh untuk menjaga keutuhannya. Tekad di hatinya satu, menikah cukup sekali. Menjaga ikatan suci yang sakral sampai maut memisahkan. Jika ada ujian dalam rumah tangga, baik suami maupun istri, akan bekerjasama untuk saling mendukung dan menguatkan. Saling bantu, peduli, berbelas kasihan dan tidak tega meninggalkannya di tengah jalan.
Sekarang, egoisme yang dikedepankan. Tidak bertanggung jawab meneruskan akad hingga akhir hayat. Kalau dirasa tidak sejalan, langsung saja ditinggalkan. Berdalih menyembuhkan luka batin, tapi menorehkan luka batin bagi yang lainnya. Berdalih diri ini berhak bahagia, tapi lupa kebahagiaan hakiki itu bukan hanya tentang diri, tapi juga keutuhan keluarga.
- Jauh dari Syariah Islam
BPS menyebut, tiga penyebab utama cerai adalah perselisihan terus menerus, tekanan ekonomi dan penelantaran oleh salah satu pasangan (ditinggalkan pergi tanpa kabar). Jika diteliti mendalam, ketiganya terjadi karena tidak paham hak dan kewajiban suami istri.
Perselisihan, mustinya bisa diatasi jika paham syariah untuk mempergauli pasangan dengan makruf. Komunikasi yang baik, akhlak mulia pada pasangan, tolong menolong meringankan beban, berkasih sayang dan saling menerima kekurangan, niscaya meredam konflik.
Lalu soal ekonomi, mustinya tidak terjadi jika suami paham kewajibannya untuk mencari nafkah. Sementara istri, paham bahwa besaran nafkahnya sesuai kemampuan suami yang sudah maksimal mengikhtiarkan. Jangan jadikan standar orang lain, karena beda rumah tangga, beda rezekinya. Beda kebutuhannya dan beda standar hidupnya. Sadarilah, posisi kalian di mana, bukan mengkhayalkan posisi yang mustahil diraih.
Tentunya, banyak faktor eksternal lain pemicu rapuhnya rumah tangga yang juga harus diwaspadai. Menjadi sarana muhasabah bahwa keluarga dan institusi pernikahan kita sedang diuji dari banyak sisi. Waspadalah dan berjuanglah untuk bertahan tapi bahagia.(*)
