Oleh: Ayu Mela Yulianti, S.Pt (Pemerhati Masalah Umat)
Nganggur bin jobless, tidak punya pekerjaan, maka harus diberi pekerjaan agar menjadi wasilah atau jalan mencari nafkah. Mencari nafkah bagi laki-laki yang telah balig adalah wajib sebagai sarana untuk mencukupi nafkah atas dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungan nafkahnya.
Adapun bekerja bagi perempuan dalam konteks untuk menghasilkan uang dan harta kepemilikan adalah boleh-boleh saja selama tidak ada hukum Islam yang melarangnya. Karena kewajiban bekerja untuk mencari uang dan harta kepemilikan dalam Islam hanya diwajibkan atas kaum laki-laki.
Bekerja tidak harus menunggu mendapat ijazah atau di kantoran. Karena syarat gugurnya kewajiban bekerja bagi laki-laki adalah sampai mendapatkan uang atau harta sebagai wasilah untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan orang – orang yang menjadi tanggungan nafkahnya.
Maka perlu diperhatikan jenis pekerjaan yang diampunya. Haruslah yang halalan toyyibah. Pekerjaan yang bisa mengantarkan pada keberkahan hidup, yaitu pekerjaan yang tidak melalaikan pada perkara yang wajib yang harus dilakukan oleh setiap muslim, semisal salat dan dakwah.
Pekerjaan tidak boleh melalaikan setiap muslim dari kewajiban mencari ilmu, karena mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, tidak mengenal batasan umur, sebagai wasilah tersampaikannya pemahaman tentang makna hidup dan kehidupan. Pekerjaan tidak boleh melalaikan seorang muslim dari seluruh kewajiban yang telah Allah SWT perintahkan.
Karena itu perlulah semua pihak bersinergi agar setiap Âlaki-laki muslim yang telah balig memiliki pekerjaan yang baik.
Berikut adalah hal yang dapat dilakukan dalam tataran keluarga :
Pertama, seyogyanya seorang anak diberikan pengertian tentang tanggung jawab oleh orangtuanya. Berlatih tentang makna tanggung jawab sesuai umur anak.
Kedua, pada saat masa prabalig anak sedikit diberi tanggung jawab dan pengenalan tentang pengelolaan harta yang dimiliki sedikit ataupun banyak dan diberi pemahaman tentang konsep kepemilikan dalam Islam.
Ketiga, pada saat anak mulai balig, lepas sedikit demi sedikit hingga terbentuk rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain, seraya tetap dalam kontrol dan monitor orangtua.
Keempat, jika anak sudah mandiri berikan kepercayaan penuh atas kemampuannya dan selalulah mendoakan sang anak dengan kebaikan.
Dalam tataran masyarakat, upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Pertama, memahamkan bahwa bekerja adalah kewajiban yang telah Allah SWT tetapkan, sebagai wasilah untuk mendapatkan harta yang baik.
Kedua, memahamkan kepada masyarakat bahwa seluruh pekerjaan adalah baik selama sarana dan hasil pekerjaannya adalah menghasilkan kebaikan bagi masyarakat.
Ketiga, bekerja tidak harus berkorelasi positif dengan pendidikan yang diampunya. ÂKarenanya bekerja bisa dilakukan sambil sekolah atau sambil kuliah, tidak harus menunggu sampai lulus sekolah atau lulus kuliah. Karena syarat seseorang dikatakan bekerja adalah sampai menghasilkan harta yang baik yang mampu digunakan untuk kebutuhan hidupnya. Dengan syarat pekerjaannya adalah pekerjaan yang halal di mata Allah SWT dan RasulNya.
Adapun dalam tataran negara, hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
Pertama, memastikan bahwa lapangan pekerjaan selalu tersedia bagi rakyatnya, terutama untuk laki-laki yang telah balig. Ini adalah prioritas.
Kedua, memastikan setiap lapangan pekerjaan yang tersedia adalah pekerjaan yang halalan thoyyibah, mengantarkan kebaikan dan tidak mengandung unsur kemudaratan bagi masyarakat.
Jika upaya yang dilakukan negara dalam menyelesaikan pengangguran masih belum terselesaikan dengan baik, makaÂnegara melakukan upaya berupa pemberian santunan atau modal kepada para pengangguran yang memiliki keterampilan dan keahlian agar mereka dengan keterampilan dan keahlian yang dimilikinya mampu membuka usaha dan lapangan pekerjaan bagi dirinya dan orang lain. Pemberian santunan atau modal dari negara kepada rakyatnya ini bersifat gratis, tanpa kompensasi apapun, hingga rakyatnya mandiri. Karena Islam memandang fungsi pemimpin negara adalah sebagai periayah atau pemelihara urusan rakyatnya, yang memudahkan dan membukakan pintu-pintu kemudahan dan kebaikan bagi rakyatnya. Islam telah mengatur bahwa pemberian modal dari negara kepada rakyatnya tidak berdasarkan transaksi bisnis, jual-beli dan hitungan untung-rugi, tapi semata dalam rangka periayahan atau pengurusan umat atau rakyat semata. Sehingga modal untuk usaha rakyat diberikan gratis, tanpa ada kewajiban dari rakyat untuk mengembalikannya.
Adapun bagi laki-laki lemah yang tidak memiliki ketrampilan dan keahlian juga tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi keluarganya, maka negara telah menetapkan pemberian santunan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya saja, setelah seluruh jalur nafkah ditelusuri dan ditempuh dimana hasilnya tidak ada yang mampu menafkahi.
Semua hal yang diuraikan di atas hanya bisa terealisasi dalam sistem Islam yang kafah yang menerapkan syariat Islam secara sempurna dalam bingkai Khilafah. Wamataufiki illabillah.[el]