Oleh: Fera Ummu Tufail
(Aktivis Muslimah)
MuslimahTimes– Mentri Agama (menag), Fachrul Razi, kembali membuat pernyataan yang menjadi kontroversi ditengah-tengah masyarakat. Menag menyatakan tentang bagaimana strategi paham radikal bisa masuk di lingkungan ASN dan masyarakat. Menurut Fachrul, strategi pertama kaum radikalisme masuk adalah melalui seorang anak good looking atau paras yang menarik.Â
Hal ini diungkapkan Fachrul di acara webinar bertajuk “Strategi menangkal radikalisme pada aparatur sipil negara” yang disiarkan di youtube kementerian PAN RB pada Rabu (02/9). Awalnya Fachrul menjelaskan paham radikal di lingkungan ASN harus diwaspadai saat dia pertama kali masuk dan dengan cara apa dia masuk.
“Kalau kita bicara tentang radikalisme ASN, maka banyak tempat yang perlu kita waspadai. Tempat pertama adalah pada saat dia masuk kalau tidak kita seleksi dengan baik,khawatir benih atau pemikiran pemikiran radikal itu akan masuk ke pemikiran ASN” kata Fachrul mengawali diskusi. (detik.com, 04/09/2020)
Menurut Fachrul, kemungkinan radikalisme masuk ke dunia ASN dengan 2 cara; yakni melalui lembaga pendidikan dan di rumah ibadah. Melalui kursus-kursus pendidikan ASN, menurut Menag, radikalisme bisa masuk. Dari sana harus dipantau benar-benar lembaga pendidikannya, dan juga tenaga pendidiknya agar bersih dari bibit-bibit radikalisme, menurutnya.
Adapun cara paham radikal masuk menurut Menag adalah melalui orang yang berpenampilan baik atau good looking dan memiliki kemampuan agama yang bagus. Si anak “good looking” ini memiliki penguasaan bahasa Arab bagus, hafiz, mendapat simpati masyarakat sekitar kemudian diangkat jadi pengurus masjid, bahkan ikut menjadi imam. Maka, mulailah ia bisa menyebarluaskan paham radikal.
Ini berbahaya menurutnya. Karena itulah, pemerintah harus melakukan cara untuk menghentikan radikalisme terus menyebar.
Tak ayal, pernyataan Menag terkait good looking dengan radikalisme yang tendensius kepada Islam pun menuai banyak kecaman dari berbagai kalangan. MUI turut megecam pernyataan menag dan meminta Fachrul Razi untuk menarik ucapannya terkait paham radikal yang diidentikkan dengan good looking dan pengetahuan agama Islam yang baik. MUI menilai pernyataan Fachrul itu sangat menyakitkan kaum muslim.Â
Wakil ketua MUI, Muhyiddin Junaidi, mengatakan bahwa pernyataan tersebut justru menunjukkan ketidakpahaman menag dan data yang tak akurat diterimanya. Seolah menuding bahwa umat Islam dan para hafidz qur’an itu sebagai biang radikal. Ini sangat meresahkan dan menghina Islam.Â
Bukan sekali ini saja menag mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan umat Islam sejak ia menjabat menjadi menteri agama. Ia selalu mengaitkan simbol-simbol Islam dengan radikalisme yang merusak bangsa. Sebagai pejabat, harusnya ia bisa mengayomi semua warga masyarakat. Terlebih sebagai muslim harusnya ia bersyukur jika proses islamisasi di kalangan generasi muda kian meningkat. Dengan kekuasaan yang dimiliki, ia harusnya bisa memberi fasilitas dan kemudahan bagi umat Islam yang ingin menghafal Al quran.
Belum usai polemik good looking-radikalisme, muncul lagi tentang penceramah bersertifikat yang diusung kemenag. Program penceramah bersertifikasi untuk semua agama, yang diharapkan akan membekali para penceramah tentang wawasan kebangsaan yang luas dan tidak radikal.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, mengatakan, program ini merupakan arahan dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang juga merupakan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Tahun ini, target peserta program adalah 8.200 penceramah yang terdiri atas 8.000penceramah di daerah dan 200 di pusat.
Menurut Kamaruddin, program penceramah bersertifikat didesain melibatkan banyak pihak, di antaranya Lemhanas, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Majelis Ulama Indonesia, dan organisasi masyarakat lainnya.
Lemhanas dilibatkan untuk memberikan penguatan pada aspek ketahanan ideologi. Sedangkan BNPT dilibatkan untuk berbagi informasi tentang fenomena yang terjadi di Indonesia dan seluruh dunia. Kehadiran BPIP, kata Kamaruddin, untuk memberi pemahaman tentang Pancasila, hubungan agama dan negara. (tempo.co, 06/09/2020)
Menag menegaskan bahwa program tersebut bertujuan untuk mencetak penceramah yang memiliki bekal wawasan kebangsaan, menjunjung tinggi idiologi pancasila, sekaligus mencegah penyebaran paham radikalisme di tempat tempat ibadah. Menag juga meminta kepada seluruh kementrian dan lembaga pemerintah untuk tidak menerima peserta yang memiliki pemikiran dan ide mendukung paham khilafah sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).Â
Ia juga meminta agar masyarakat yang mendukung ide khilafah untuk tidak perlu ikut bergabung sebagai calon PNS. Lebih lanjut, Fachrul menyadari bila paham khilafah sendiri tak dilarang dalam regulasi di Indonesia, namun penyebaran paham tersebut harus diwaspadai ditengah tengah masyarakat. Tak hanya itu, Fachrul juga menyatakan potensi masuk dan penyebaran ajaran pro khilafah bisa melalui jalur lembaga pendidikan.Â
Tak henti-hentinya penguasa negeri ini terus menerus menyudutkan Islam dan umatnya. Pemerintah yang harusnya fokus menangani kasus corona, malah mengeluarkan narasi dangkal tak berdasar dan provokatif penuh kebencian terhadap Islam. Menggoreng Isu radikalisme untuk menutupi ketidakbecusan pemerintah dalam mengelola negara.Â
Radikalisme adalah agenda kafir Barat yang benci dan takut terhadap Islam. Isu ini merupakan upaya Barat untuk menghancurkan Islam. Mereka melakukan berbagai upaya untuk membuat umat Islam menjauh dari ajarannya sendiri, termasuk memakai tangan-tangan umat Islam sendiri dalam agenda jahat tersebut.
Radikalisme jelas diamini oleh rezim kapitalis yang terancam oleh kehadiran Islam kaffah. Dengan kekuasaannya, rezim ini terus mengkriminalisasi Islam dan pengembannya yang kokoh. Mereka yang bersebrangan dengan penguasa dicari-cari kesalahannya, dipermasalahkan secara hukum hingga dipenjara.
Umat Islam yang ingin menerapkan ajarannya secara totalitas dianggap berbahaya bagi eksistensi negara. Umat Islam sebagai penduduk mayoritas di negeri ini semakin dilemahkan. Mereka terus dipinggirkan, dituduh dan dikriminalisasi. Ajaran Islam yang mulia juga dilecehkan dan diberangus. Maka tak salah lagi jika rezim ini terjangkit Islamophobia.Â
Bagaimana tidak bisa dikatakan jika penguasa negeri ini terjangkit Islamophobia?! Dari berbagai pernyataan dan tindakannya banyak sekali yang menyasar Islam dan umat Islam. Radikalisme selalu dikaitkan dengan semangat umat Islam yang ingin mendalami agamanya dan berjuang demi tegaknya agama Allah dimuka bumi di bawah naungan Khilafah.Â
Padahal keinginan untuk ber-Islam kaffah, secara totalitas dalam kehidupan merupakan refleksi dari keimanan hamba kepada RabbNya. Keinginan untuk menjadi sebaik-baik manusia, menjalankan perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah. Namun, di mata rezim, ber-Islam dengan benar malah dipandang sebagai radikal, ekstrimisme, intoleran dan sematan jahat lainnya. Mereka berupaya mencitrakan Islam dengan hal-hal negatif, agar dijauhi rakyat dan umat Islam sendiri. Maka tak heran jika rezim selalu menjadikan radikalisme sebagai bahan untuk memojokkan umat Islam dan ajarannya.
Terlebih lagi fenomena berbondong-bondongnya kaum muda yang ber-hijrah dan belajar Islam kaffah untuk mendalami ajaran Islam serta mendakwahkannya, semakin membuat rezim khawatir akan bangkitnya Islam. Mereka takut Islam akan tegak kembali sebuah peradaban baru yang akan menyingkirkan kedzaliman dan kesewenang wenangan penguasa dan kaum penjajah.Â
Gaung khilafah yang kian membahana dari waktu ke waktu semakin membuat rezim kalang kabut. Berbagai stigma negatif, framing jahat, fitnahan dan pengarusan moderasi dan liberalisasi agama dilakukan agar ajaran Islam yang mulia ini meredup. Mereka melakukan apapun agar kebangkitan Islam bisa terhambat.
Tidak dapat dipungkiri jika saat ini ghirah dari umat makin besar untuk tegaknya institusi Khilafah. Kesadaran untuk taat kepada seluruh aturan Allah semakin diperkuat dengan fakta sejarah bahwa Islam dan khilafah ternyata memiliki akar yang kuat di negeri ini. Umat kian merindukan tegaknya institusi khilafah dimuka bumi.
Bangsa ini harusnya bangga pada generasi yang dekat dengan masjid, yang fasih dan penghafal al Qur’an serta mendakwahkannya untuk kebaikan bersama. Bukankah generasi demikian yang justru akan memberi kontribusi nyata atas pembangunan negeri ini?! Mereka turut mewarnai perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Generasi muslim yang bukan hanya good looking semata, namun juga cerdas pemikirannya. Mereka hadir memberi solusi kerusakan remaja akibat liberalisasi paham Barat yang telah merusak generasi muda.
Generasi muda Islam merupakan bagian dari umat terbaik ini. Merekalah yang kelak akan meneruskan perjuangan untuk kebangkitan dan tegaknya Islam kembali di muka bumi ini. Maka, sudah seharusnya generasi muda muslim sebagai penerus peradaban Islam yang agung ini untuk lebih bersemangat dan bersegera mengkaji Islam, mengamalkan dan mendakwahkannya.
Allahualam bishowab.