(Rosmiati, S.Si)
#MuslimahTimes — Islamophobia merupakan istilah kontroversional yang merujuk pada prasangka dan diskriminasi pada Islam dan kaum muslim. Disamping itu, Runnymede Trust mendefinisikan islamophobia sebagai rasa takut dan benci terhadap Islam. Ketakutan dan kebencian itulah aroma dari Islamophobia yang bermuara pada tindakan diskriminatif pada umat Islam.
Belum lama ini kita sama-sama menyaksikan aksi brutal seorang terorisme dalam menghabisi nyawa kaum muslimin di dua masjid di kota Christchurch. Dimana sang pelaku melakukannya dengan penuh rasa bangga dan bahagia seakan-akan menjadi sebuah keberuntungan dan kemuliaan baginya bisa menghabisi nyawa kaum muslimin yang kala itu sedang beribadah.
Tindakan ini tentu dipengaruhi oleh maklumat sang teroris bahwa Islam dan orang-orang yang meyakininya memang sebaiknya dihabisi sebelum mereka menghabisi orang lain. Framing bahwa umat Islam itu radikal dan suka berperang (tidak cinta damai) telah tersimpan di memori setiap orang. Hingga menghabisi mereka (umat Islam) merupakan sesuatu yang dianggap baik dan mulia sebab telah membantu dalam mengeliminasi keburukan di muka bumi. Inilah salah satu buah keberhasilan dari islamophobia yang disemai barat.
Berselang seminggu setelah peristiwa nahas di Kota Christchurch, empat masjid di Birmingham Inggris dirusak dengan menggunakan palu godam. Dari peristiwa ini seluruh jendela masjid rusak. Kendatipun hanya merusak jendela, namun, masyarakat cukup gusar sebab aksi ini terjadi belum lama berselang ketika peristiwa berdarah di dua masjid di Selandia Baru (BBC, 22/03/2019).
Dari Inggris kita beranjak ke Denmark. Pemimpin partai sayap kanan Denmark membakar salinan al-Qur’an akibat tidak terima dengan aksi masyarakat muslim di sana yang menggelar salat Jumat di depan gedung parlemen sebagai wujud solidaritas mereka atas peristiwa yang menimpah saudara seimannya di Selandia Baru (Republika, 23/03/2019).
Pasca penyerangan masjid di Selandia Baru, isu islamophobia kian ramai diperbincangkan sebab tak bisa terelakan bahwa maraknya tindakan diskriminatif dan rasisme terhadap Islam dan kaum muslimin akibat phobia yang berlebihan terhadapnya.
Tidak hanya di beberapa negeri besar di Eropa dan Amerika. Di Indonesia pun isu islamophobia juga sudah mulai tercium. Ustaz Adnin Armas mengungkapkan bahwa islamophobia juga bisa terjadi di Indonesia, indikasikanya pun sudah terindera. Orang-orang yang ingin berkontribusi terhadap perbaikan tanah air dan bangsa serta mencintai agamanya dituduh radikal, fundamentalis, dan anti NKRI (Republika, 01/05/2015). Isu islamophobia memang sedang menjalar di berbagai pelosok bangsa di dunia, mengapa hal ini bisa terjadi?
Islamophobia Agenda Barat
Islamophobia melanda dunia itulah ungkapan yang tepat untuk disematkan dengan melihat berbagai tindakan bringas para pelaku kejahatan. Namun, siapa sangka jika islamophobia ini sengaja diciptakan Barat demi mencapai tujuan imperialisnya di atas umat Islam dunia. K. Mustarom, seorang peneliti Lembaga Kajian Syamina memaparkan bagaimana Islamophobia dijadikan alat politik untuk imprealisme. Ia pun mengingatkan, bahwa narasi Islamophobia mulai muncul untuk melegitimasi agenda politik gereja di Perang Salib. Dimana pada saat itu orang-orang Eropa sangat apatis terhadap gereja, sehingga Paulus kala itu mendeskripsikan Islam dalam bentuk yang paling buruk sehingga masyarakat Eropa tergerak hatinya untuk melakukan serangan. Narasi yang dibangun saat itu diantaranya, Islam menindas wanita, Islam agama sesat dan Nabi Muhammad Saw adalah nabi palsu.
Tidak sampai di situ, narasi buruk terhadap Islam pun digaungkan kolonialisme di abad XVIII dan XIX. Ketika Napoleon memasuki Mesir untuk melakukan ekspansi. Narasi sesat tentang Islam juga ia bawa. Mereka pun mengatakan bahwa Islam tidak berperadaban sehingga kedatangan mereka untuk membawa masyarakat Mesir kepada kehidupan yang berperadaban. Para kolonialis pun dengan berani mengatakan, jika ingin maju maka jangan pakai Islam. Disamping itu, mereka juga menuduh Islam anti saintis. Di era modernisasi seperti saat ini, Amerika Serikat tampil sebagai negara yang paling berpengaruh di dunia, juga mengambil peran dalam meneruskan misi islamophobia ini. Negara yang kerap dijuluki dengan ‘Paman Sam’ tersebut pun mengatakan Islam bertentangan dengan nilai-nilai modernitas dan demokrasi.
Pasca serangan gedung WTC 11 September 2001, gaung islamophobia kian mengudara dan menjadi tren topik dunia saat itu hingga kini. Amerika pun kala itu tampil menjadi pelaku utama untuk membasmi mereka yang berpaham radikal dan fundamentalis. Tuduhan keji itu pun disematkan kepada Islam. Babak baru monsterisasi Islam dan syariatnya pun dimulai. Media-media barat pun dengan gencarnya mengkerdilkan dan menyudutkan Islam melalui berbagai tayangan yang disajikan.
Kebohongan yang selalu diulang-ulang setiap harinya lambat laun akan diterima sebagai sebuah kebenaran. Begitulah nampaknya kaum muslim dan masyarakat dunia pada umumnya. Mereka pun terhipnotis dengan isu barat dalam menyudutkan Islam. Alhasil, penyakit islamphobia yang dahulunya melanda barat kini juga telah menjangkiti kaum muslimin pada umumnya.
Gencarnya barat mengkampanyekan dan mensukseskan agenda ini bertolak dari kekhawatiran besar akan kebangkitan Islam dan kaum muslimin. Barat meyakini bahwa Islam bukan hanya sebatas agama yang kini dianut oleh miliaran juta jiwa di dunia. Akan tetapi, barat meyakini bahwa Islam juga sebuah ideologi yang keberadaannya menjadi rival nyata sekularisme demokrasi dan sewaktu-waktu akan mengguncang singgasananya. Jika sudah demikian, maka ke mana lagi Barat melabuhkan kapal-kapal tengkernya?. Bukankah kita ketahui bersama bahwa Amerika dan para pembesar negara kapitalis lainnya sangat bergantung pada hasil alam negeri-negeri kaum muslimin.
Olehnya itu, berbagai upaya pun dilakukan agar kebangkitan Islam ini tidak terjadi. Menakut-nakuti umat Islam serta penduduk dunia melalui berbagai propaganda tidak henti dilakukan oleh mereka penghamba Ideologi ini. Isu ini pun kian subur bak jamur di musim hujan akibat sokongan dari sistem sekuler kapitalis hari ini.
Kebangkitan Islam itu Pasti
Konsekuensi keimanan seorang muslim ialah dengan meyakini segala apa yang disampaikan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya. Begitu pula dengan perkara kebangkitan, harusnya tidak boleh ada sedikit keraguan atasnya. Kebangkitan Islam ialah sebuah keniscayaan yang telah lama Allah dan Rasulullah kabarkan.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa…”(QS. An Nur [24]:55).
Sayangnya umat Islam saat ini hidup tanpa junnah (perisai) membuat mereka kehilangan metode untuk mencerna dan menyeleksi berbagai produk bentukan barat. Saking terbelakangnya umat ini sehingga tak mampu lagi melihat dengan mata hati dan batinnya bahwa apa yang dijual itu adalah racun bagi agamanya sendiri. Dan juga benar-benar buta akan janji kebangkitan dari Tuhannya. Maka dari itu, penting bagi umat Islam hari ini untuk kembali membuka dan mempelajari agamanya, sembari mempersiapkan diri serta mengambil peran dalam menyongsong kebangkitan umat. Sebab bersamanya juga terdapat kemuliaan bagi yang memperjuangkan. Olehnya itu, berlombahlah.
Meskipun demikian, kaum muslimin juga harus menyadari bahwa Barat dan musuh-musuh Islam lainnya tidak akan henti-hentinya melakukan berbagai macam cara demi menghambat hal ini. Sebagaimana firman Allah Swt, “Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup.” (QS. Al-Baqarah : 217).
Akan tetapi, perlu diingat bahwa mereka (kaum Kafir penjajah) hanya menghambat tidak untuk menghentikan, sebab kebangkitan itu dalam kuasa dan kehendak Allah Swt. Kita dituntut untuk memperjuangkan, selanjutnya Allah Swt yang menjadikannya.
Wallahu’alam