Oleh. Hany Handayani Primantara, S.P (Aktivis Muslimah)
Muslimahtimes.com–Pada 10 Agustus 2024 PT Pertamina Patra Niaga resmi mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi jenis Pertamax. Sejumlah warga pun mengeluhkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi Pertamax yang mulanya Rp12.950 per liter menjadi Rp13.700 per liter.
Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, mengatakan bahwa alasan kenaikan harga Pertamax ini karena Pertamina Patra Niaga mengacu pada tren harga rata-rata publikasi minyak dunia atau Indonesian Crude Oil Price (ICP) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. (Kompas.com, 11/08/24)
Salah Kelola Sumber Daya Alam
Kenaikan harga BBM nonsubsidi merupakan efek dari salah kelola sumber daya alam berupa bahan bakar minyak mentah. Sebab hal ini tak mungkin terjadi jika konsep pengelolaan bahan bakar minyak diserahkan pada negara. Saat ini pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator semata, tidak memiliki hak penuh mengelola SDA bahan bakar minyak. Akibatnya kita harus mengikuti harga minyak mentah di pasar walau negara kita sendiri merupakan sumber penghasil minyak mentah.
Berpatokan pada sistem kapitalis, rakyat sendiri jadi bahan uji coba. Tak berkaca pada sistem lama yang membuat rakyat terlunta-lunta. Akhirnya kini semakin buat rakyat kecil tercekik akibat harga BBM kembali naik. Mengapa pemerintah tak pernah belajar dari penguasa sebelumnya? Yang telah gagal membuat rakyatnya merdeka dari sisi memenuhi hidupnya. Hingga kini rakyat masih terjerat penjajahan dalam balutan sistem kapitalis. Sebuah sistem yang menyengsarakan bahkan jauh dari kata manusiawi.
Sebab ketika pemerintah tak lagi memiliki hak penuh mengelola sumber daya alam negaranya sendiri maka yang terjadi adalah liberalisasi dalam pengelolaan SDA. Hal ini akan membuka peluang investor asing untuk datang guna mengelola dengan bebas sesuai permintaan mereka. Yakni pengelolaan yang hanya menguntungkan para kapital dan merugikan rakyat yang sejatinya pemilik SDA tersebut. Jika demikian maka tak ada beda kondisi rakyat saat ini dengan para pendahulu kita yang dijajah secara fisik tak manusiawi.
Mengembalikan Pengelolaan sesuai Syariat Islam
Negara dalam Islam berperan sebagai raa’in yang akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Melalui penerapan sistem politik dan ekonomi Islam, pemerintah mengelola SDA. Islam memiliki konsep kepemilikan yang jelas, yakni kepemilikan pribadi, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. SDA termasuk dalam kepemilikan umum, maka yang berhak memperoleh keuntungan darinya adalah seluruh rakyat dan yang berhak sekaligus wajib mengelolanya adalah pemerintah. Maka dalam sistem ekonomi Islam hak penuh atas pengelolaan SDA ada di tangan pemerintah.
Negara akan mengelola SDA dengan optimal dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk layanan negara atas rakyat. Termasuk harga BBM pun dalam kendali negara sehingga rakyat tidak akan menderita dengan perubahan harga minyak dunia seperti sekarang ini. Negara Islam dengan Baitulmalnya akan mampu menjaga kestabilan harga sehingga rakyat tidak terkena dampak buruk perubahan harga minyak dunia. Sebab sumber Baitul mal dalam konsep negara Islam sangat beragam sumber penerimaannya. Di antaranya diperoleh dari zakat, infak, sedekah, harta rampasan perang, fa’i, jizyah, kharaj, ushur dan masih banyak lagi.
Sebagaimana firman-nya dalam surat Al Anfal ayat 41 berikut, “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil. Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Maka, kembali pada syariat bukan saja kewajiban melainkan kebutuhan mendesak yang harus segera direalisasikan. Ketika semua telah dijalankan dengan baik, keberkahan pun tak hanya dinikmati oleh kaum muslim melainkan seluruh warga negara. Termasuk saudara nonmuslim yang diberikan jaminan keamanan oleh negara yang berbeda keyakinan. Janji Allah telah terbukti maka apalagi yang kita nanti, haruskah kesengsaraan ini terus menghatui hingga saatnya kita dimintai pertanggung jawaban di akhirat.
Wallahualam bishawab